Sabtu, 06 Februari 2016

Rara Mendut

Dongeng Rara Mendut-Pranacitra tekan seprene isih dadi lakon kethoprak sing nengsemake. Sing dadi pitakone wong akeh, lelakon kang mirip Romeo-Juliet iku kedadeyan tenan apa mung khayalane para pujangga Mataram ing jaman Sultan Agung?.
Ana kang kandha jare iku mung dongeng sanepan. Kedadeyane nyata nanging para paragane digawe wadi (jalaran Rara Mendut lan Pranacitra iku isih krabat ratu). Pak Iman Sobro, jurukunci kuburane Rara Mendut ing Gandhu, Sendhangtirta, Berbah, nalika sugenge uga ngendika menawa panjenengane ora percaya yen Rara Mendut iku mung wong pidak pedarakan (wong cilik). Mesthi isih trahe ratu.
Ana maneh kang duwe panduga menawa Rara Mendut iku mula ana tenan, dadi selire Tumenggung Wiraguna. Dene kang aran Pranacitra iku mung jeneng silihan. Tenane bedhangane Rara Mendut iku putra mahkota kang ing tembe dadi Amangkurat Agung (Seda Tegalarum). Dene kang dikubur bareng Rara Mendut iku abdine putra raja mau.
Ana babad mula dicritakake nalika putra mahkota kuwi njupuk selire Wiraguna, kabeh abdine diukum pati. Putra mahkota iki dibuwang menyang Alas Lipura. Kanggo nutupi lingseme Kangjeng Sultan Agung, jenazahe Rara Mendut dikantheni abdine putra mahkota.

Sing marakake kodhenge para ahli sejarah, kok makame Rara Mendut iku ana telu. Sing siji ing Gandhu, sijine ana Kajor Wetan, Kelurahan Selapamiara, Imogiri, sijine maneh ana Desa Blambangan, Kelurahan Jagatirta Berbah, Sleman. Sing aneh maneh, sadurunge dilarang ing taun 1965, pejiarah sing kepingin kasil panyuwune kudu nindakake saresmi (hubungan sex) karo pasangan sing dudu muhrime. Kapercayan iku anane mung ing makam Gandhu. Makam tetelune duwe dongeng turun-tumurum sing meh padha. Yaiku sabubare Pati ditelukake (taun 1627) Tumenggung Wiraguna oleh putri boyongan ayu rupane, jenenge Rara Mendut. Kanggo ngisi wektune garwa selir tumenggung iki diwenehi kebebasan dodol rokok “ndika” (rokok sampeyan). Ndilalah ana jaka bagus kang senengane dolan-dolan tanpa tujuwan. Ing dalem katumenggungan weruh Rara Mendut sanalika nandang wuyung/jatuh cinta. Wong loro mau padha pepasihan. Nuju sawijine dina kekarone duwe tekad mlayu saka katumenggungan. Playune mengidul. Lagi arep nyabrang Kali Oya ing Desa Dogongan ketungka tekane prajurite Wiraguna. Wong loro banjur diaturake marang Wiraguna. Saiba dukane senapati kang wis tuwuk kridhaning perang iki. Masiya Pranacitra wis nyuwun ngapura lan ndheprok ana sikile Wiraguna, nanging ora bisa nyabarake atine. Pranacitra dikon lunga. Lagi entuk rong jangkah Wiraguna kelingan yen harga dirine disewiyah. Pranacitra disuduk saka buri tembus dhadha. Rara Mendut kang nyekseni kedadeyan iki banjur nubruk katresnane iku. Ora wurung keris kang tembus jajane Pranacitra uga nyubles dhadhane Rara Mendut. Sakala padha uga palastra.

Kangjeng Sultan Agung nalika midhanget prastawa iki banget trenyuhe. Panjenengane banjur dhawuh supaya kekarone dikubur ana bumi Gadhuhan tunggal saluwang. Makam iki sanadyan terbuka siang malam nanging ora kena diinepi. Nitik saka tilase kembang lan bakaran menyan, makam Gandhu iki kerep disambangi peziarah. Sing akeh, asale saka jaba Yogyakarta.

Jumat, 05 Februari 2016

Kyai Ageng Tarub dan keturunan nya

Kurang lebih pada tahun 1300 M ada utusan ( Mubaligh ) dari Arab yaitu Syeh Jumadil Kubro (Jamaluddin Akbar) beliau mempunyai putri bernama Thobiroh dan Thobiroh mempunyai putra Syeh Maulana Maghribi. Pada saat itu beliau mendapat perintah untuk mengembangkan Syiar agama Islam di Tanah Jawa, karena pada saat itu orang-orang jawa masih memeluk agam Budha serta pada saat itu juga orang-orang jawa masih ahli dalam bertapa dalam hal mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, sehingga orang-orang Tanah Jawa banyak yang istilah jawa disebut “ Ora Tedhas Papak Palu ning Pande “ ( Kebal kulitnya terhadap senjata apapun ).

Kemudian Syeh Maulana Maghribi mulai memasukkan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat Jawa dalam berKhalwat untuk mendekatkan diri kepada ALLAH dengan cara bertapa pula sehingga seperti budaya masyarakat Jawa yang masih beragama budha dengan maksud untuk menarik perhatian masyarakat jawa untuk bias memeluk agama Islam. Namun cara bertapa yang dilakukan oleh Syeh Maulana Maghribi lain dengan cara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa umumnya, Syeh Maulana Maghribi dalam bertapa dengan cara naik ke atas pohon dengan menggelantungkan badannya seperti kelelawar cara seperti ini oleh masyarakat Jawa disebut dengan bertapa Ngalong ( Kalong ) kemudian dalam bertapa Syeh Maulana Maghribi bertemu dengan putrid Bupati Tuban I yang bernama DEWI RETNO ROSO WULAN adik perempuan R. Sahid ( Sunan Kalijaga ). Yang saat itu Dewi Retno Roso Wulan diperintah oleh Ayahandanya Adipati Wilotikto untuk melakukan bertapa Ngidang dengan cara masuk hutan selama 7 tahun tidah boleh pulang dan tidak boleh makan kecuali makan daun-daun yang berada di hutan.

Perintah bertapa ini dilakukan oleh Dewi Retno Roso Wulan agar supaya cita-citanya untuk bertemu dengan kakaknya Raden Sahid dapat terwujud. Namun dalam proses pencarian R. Sahid berjalan ia bertemu dengan Syeh Maulana Maghribi, pertemuan ini terjadi pada saat masih menjalankan bertapa, dan dari pertemuannya ini mereka terjalin rasa saling mencintai dan saling ada kecocokan yang akhirnya menjadi suami istri . Pertemuan keduanya yang sudah menjadi suami istri, dilanjutkan dengan pulang ke Adipati Tuban untuk menghadap Ayahandanya, tetapi Dewi Retno Roso Wulan yang sudah dalam keadaan hamil pulang seorang diri dan tidak bersama suaminya Syeh Maulana Maghribi. Sesampainya di Kadipaten Tuban Dewi Retno Roso Wulan ditanya oleh Ayahandanya “ Siapa Suamimu, sehingga kamu pulang dalam keadaan hamil? “ Saat ditanya Dewi Retno Roso Wulan diam tidak menjawab karena rasa takutnya kepada ayahandanya, akhirnya Dewi Retno Roso Wulan kembali ke hiutan untuk mencari suaminya yaitu Syeh Maulana Maghribi ayah dari anak yang dikandungnya itu. Ditengah perjalanannya Dewi Retno Roso Wulan melahirkan seorang bayi laki-laki yang keliahatan lucu, tempat dimana Dewi Retno Roso Wulan melahirkan bayi itu sampai sekarang diberi nama Desa BABAR.

Setelah si Jabang bayi lahir niat untuk mencari Syeh Maulana Maghribi ayah dari bayi itu oleh Dewi Retno Roso Wulan tetap dilanjutkan dan saat mencari ayah si bayi Dewi Retno Roso Wulan masih dalam keadaan bertapa. Kemudian bayi di letakkan di Sendang ( Mata Air) dekat Syeh Maulana Maghribi bertapa diatas pohon Giyanti. Setelah melihat istrinya datang dengan bayinya Syeh Maulana Maghribi turun dari pertapaannya untuk menimang bayi yang putranya sendiri hasil pernikahannya dengan Dewi Retno Roso Wulan, entah ada rahasia apa yang kemudian bayi itu dibuatkan tempat yang sangat indah dan terbuat dari emas yang disebut BOKOR KENCONO.

Sementara itu Dewi Kasihan ditinggal wafat suami tercintanya yang bernama Aryo Pananggungan dan belum dikaruniai keturunan, karena sayangnya Dewi Kasihan terhadap suaminya walau sudah wafat setiap malam ia selalu menengok makam suaminya. Pada saat itu Syeh Maulan Maghribi membawa putranya yang telah dimasukkan ke Bokor Kencono kemudian diletakkan didekat makam Aryo Pananggungan tersebut.

Di malam itu juga kebetulan Dewi Kasihan keluar dari rumah menengok arah makam suaminya, ternyata didekat makam suaminya ada Bokor Kencono yang sangat indah tersebut dan ternyata didalamnya ada bayi yang sangat mungil dan sangat lucu. Serta ada tulisan bahwa bayi itu bernama Nur Rohmat dan siapapun yang merawat hendaknya memberikan Nama Julukan agar anak tersebut berkembang dengan baik.

Disaat itu pula Dewi Kasian sangat terperanjat hatinya ketika melihat si jabang bayi, lalu diambilnya jabang bayi itu lalu dibawa pulang. Kabar mengenai orang meninggal bias memberikan anak pada istri jandanya telah tersiar sampai kepelosok negeri.

Masyarakat berbondong-bondong ingin melihat kebenaran berita tersebut. Akhirnya Dewi Kasihan yang semula tidak memiliki harta benda namun dengan adanya kabar tersebut yang bisa mendatangkan banyak orang dan banyak memberikan uluran tangan kepada Dewi Kasihan sehingga lambat laun Dewi Kasihan menjadi kaya rayaberkat uluran tangan dari orang-orang yang dating melihat bayi tersebut. Jabang bayi tersebut oleh Dewi Kasihan diberi nama JOKO TARUB.

Nama JOKO TARUB diambil dari kata TARUBAN yang diatas makam suaminya, karena saat jabang bayi diambil Dewi Kasihan berada diatas makam ARYA PENANGGUNGAN atau suaminya, dimana makam tersebut dibuat bangunan TARUBAN.

Pada usia kanak-kanak JOKO TARUB mempunyai kegemaran menangkap kupu-kupu di lading, setelah dewasa JOKO TARUB mulai berani masuk hutan untuk mencari burung-burung dihutan pada suatu saat Joko Tarub sedang mencari burung dihutan Joko Tarub bertemu dengan orang tua (Syaikh Maghribi Sang Ayahandanya) yang memberikan bimbingan ilmu Agama dan diberi aji-aji dan Pusaka yang diberi nama “ TULUP TUNJUNG LANANG “.

Diwaktu mendapat pusaka berupa tulup tersebut JokoTarub langsung bergegas pulang untuk menyampaikan berita tersebut kepada ibu asuhnya yakni Dewi Kasian,selain itu juga Joko Tarub bercerita bahwa di tengah hutan Joko Tarub telah berjumpa dengan orang yang sudah sangat tua, dalam pertemuannya itulah Joko Tarub diberi Pusaka berupa sebuah TULUP ( Sumpit. Red ) yang diberi nama “ TULUP TUNJUNG LANANG “, mengingat rasa sayangnya kepada Joko Tarub anak satu-satunya Dewi Kasihan tidak memperbolehkan lagi Joko Tarub pergi ke hutan untuk mencari burung, mereka khawatir kalua anak satu-satunya ini diterkam binatang buas atau dibunuh orang yang tidak senang dengan Joko Tarub. Namun Joko Tarub tidak takut lebih-lebih sekarang dia telah memiliki bekal pusaka Tulup Tunjung Lanang, maka Joko Tarub masih saja senang masuk hutan untuk berburukususnya burung-burung.

Kebiasaan berburu burung tetap saja dilakukan oleh Joko Tarub sehingga pada suatu ketika saat Joko Tarub sampai di atas pegunungan, dia mendengar suara burung perkutut yang sangat indah sekali suaranya. Kemudian pelan-pelan Joko Tarub mendekati arah suara burung perkutut itu berada, setelah menemukannya langsung Joko Tarub melepaskan anak tulup itu kearah burung tersebut, namun usahanya gagal. Dan kegagalannya itu membuat si Joko Tarub berfiki dan beranggapan bahwa burung Perkutut itu pasti bukan sembarang burung atau bukan burung Perkutut biasa.

Usaha berburu burung dilanjutkan hingga terdengar lagi suara burung dari arah selatan, kemudian dia dekati lagi dengan sangat pelan-pelan lalu dilepaskannya lagi anak tulup kearah burung tersebut, akan tetapi tidak mengenainya lagi dan ternyata anak tulup justru mengenai dahan pohon jati dimana burung perkutut itu hinggap dan bersuara. Dan tempat yang ditinggalkan burung perkutut tadi sekarang diberi nama “ KARANG GETAS “. Usaha berburu burung selalu gagal sehingga Joko Tarub merasa sedih, karena kesedihannya maka Joko Tarub memberinya nama “ DUKUH SEDAH “.

Kemudian terdengar lagi suara burung dari arah yang sama didekati dengan pelan-pelan dan pada posisi yang strategis dan burung dalam keadaan terpojok, maka anak Tulup pun kembali dilepaskan namun tidak kena lagi dan burung pun terbang kea rah selatan lagi, dan tempat tersebut diberi nama “ DUKUH POJOK “. Akan tetapi Si Joko Tarub pemuda yang tidah mudah putus asa maka upaya memburu burung perkutut tadi terus saja dilakukan. Burung perkutut yang dia buru tadi terbang kea rah selatan terus dan hinggap di sebuah pohon asam, Joko Tarub selalu berusaha melepaskan anak tulupnya kearah burung tersebut akan tetapi usahanya selalu gagal dan burung itu terbang lagi menuju arah selatan terus. Dan tempat burung perkutut hinggap di pohon asam tadi dan tempat yang ditinggalkan diberi nama “ DUKUH KARANGASEM “

Sambil mengejar burung perkutut yang selaluterbang menuju arah selatan Joko tarub sambil merenungi burung tersebut, dalam ucapannya mengatakan ini burung yang wajar ataukah burung yang merupakan godaan? Dan tempat Joko Tarub merenungkan burung tersebut maka diberi nama “ DUKUH GODAN”. Setelah merenung sesaat lantas Joko Tarub kembali bergegas untuk mengejar burung buruannya tadi yang menuju kea rah selatan dan terus keselatan, dan tempat melihat burung terbang menuju arah selatan Joko Tarub memberikan nama “ DUKUH JENTIR”.

Karena kemauannya yang keras Joko Tarub terus berusaha mengejar dan melacak kea rah selatan dimana burung perkutut tadi terbang, ketika saat pencariannya Joko Tarub tiba disuatu tempat yakni SENDANG TELOGO dan di tepi sendang itu Joko Tarub Menancapkan Tulup Pusakanya, karena saat itu tiba waktunya Sholat Dzuhur, sambil istirahat Joko Tarub menuju kearah sendang untuk mengambil air wudlu untuk Sholat Dzuhur. Disaat Joko Tarub berwudlu tiba-tiba datanglah bidadari untuk mandi, saat itu pula ada salah satu pakain dari bidadari yng diletakkan diatas Tulup Pusaka Joko Tarub yang sedang ditancapkan ditepi sendang, setelah habis wudlu dan sholat dzuhur Joko Tarub langsung pulang tanpa membawa buah hasil buruannya kemudian sesampainya dirumah Joko tarub laporan kepada ibunya sambil berkata “ Ibunda saya berburu hari ini tidak mendapatkan satu burung pun, akantetapi saya hanya mendapatkan pakain perempuan yang ditaruh diatas tulup saya dan dia sedang mandi di SENDANG TELAGA……”

Tanpa banyak bertanya sang Ibu langsung menyimpan pakaian tersebut di ruang kusus untuk menumpuk padi ( Lumbung.red ), kemudian Joko Tarub bergegas kembali lagi ke sendang dengan membawa pakaina ibunya, setelah sampai di dekat sendang ternyata para bidadari sudah terbang, dan masih ada yang tertinggal satu bidadari yang masih berada di tepi sendang Telogo dengan menangis sedih sambil berkata “ Sopo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung tak dadekke bojoku “ artinya “ Barang siapa yang bis menolong aku jika dia perempuan aku jadikan saudaraku dan jika dia laki-laki maka akan saya jadikan suami” disaat itu Joko Tarub mendekat di bawah pohon sambil melontarkan pakaian ibunya tadi, setelah berpakaian bidadari itu langsung diajak pulang ke rumah ibunya dan disampaikan kepada ibunya bahwa putrid ini adalah putri Sendang Telogo.

Sesuai dengan Ikrar atau janji sang bidadari yang menyatakan “ Sopo sing biso nulung aku, yen wadon dadi sedulur sinoro wedi, yen kakung tak dadekke bojoku “, akhirnya Joko Tarub menikah dengan bidadari yang bernama DEWI NAWANG WULAN. Adapun sendang yang digunakan untuk mandi bidadari diberi nama “ SENDANG TELOGO BIDADARI “ yang berada di DUKUH SREMAN desa POJOK Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. 

Tanah Sendang Telaga Bidadari tersebut milik Keraton SURAKARTA HAININGRAT atau disebut TANAH PERDIKAN, dan sampai saat ini lokasi Sendang Bidadari oleh masyarakat masih dikeramatkan kususnya pada malam 10 Muharam.

Setelah Joko Tarub menikah dengan Dewi Nawang Wulan mendapat gelar KI AGENG atau SUNAN TARUB, beliau menyebarkan Agama islam untuk meneruskan perjuangan ayahandanya yakni Syekh Maulana Maghribi. Dalam pernikahannya beliau dikaruniai seorang keturunan yang diberi nama DEWI NAWANGSIH.

Nilai-Nilai yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan”.

1. Nilai Moral,

Setelah membaca legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dapat diambil nilai-nilai moral yang tekandung didalamnya. Seperti, kita harus berlaku jujur dengan tindakan-tindakan kita. Ketidakterusterangan Nawang Wulan kepada Joko Tarub bahwa dia adalah seorang bidadari, dan kedustaan Joko Tarub yang sebenarnya telah mencuri pakaian dan selendang Nawang Wulan berakibat mereka harus berpisah. Nawang Wulan harus kembali ke kahyangan walaupun ia sangat mencintai suaminya. Dalam legenda ini diajarkan bahwa sebaik-baiknya kita menyimpan kebohongan akan ketahuan juga pada akhirnya.

Perilaku yang baik akan ditunjukkan dengan memegang amanah yang dipercayakan kepada kita. Amanah Nawang Wulan untuk tidak melihat sesuatu yang ditanak olehnya, dilanggar oleh Joko Tarub karena sifat manusia yang selau ingin tahu.

Ini merupakan tantangan yang berat bagi setiap manusia. Berlaku jujur dan terbuka. Serta menjaga kepercayaan yang begitu sulit dilaksanakan oleh manusia.

2. Nilai Sosial,

Nilai-nilai lain yang tersirat dari legenda ini adalah nilai sosial. Nilai sosial merupakan nilai yang terkandung dalam menjalani hidup bermasyarakat atau bergaul dengan orang lain disekitar kita.

Nilai sosial dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” ditunjukkan ketika rekan-rekan dari Nawang Wulan meninggalkan dirinya sendirian di telaga. Ini tidak menunjukkan kesetiakawanan yang selama ini mereka bina. Mereka bertujuh selalu bersama-sama. Namun, ketika salah seorang teman mereka mengalami kesulitan tidak ada yang membantu Nawang Wulan. Nawang Wulan justru malah ditinggalkan sendirian di bumi yang asing bagi mereka.

Sebaiknya kita sebagai sesama makhluk Tuhan harus saling tolong menolong dan membantu dalam keadaan apapun. Walaupun hasilnya akan nihil, setidaknya kita berusaha membantu semaksimal mungkin.

3. Nilai Etika,

Nilai etika merupakan nilai-nilai kesopanan yang tersirat dari sebuah peristiwa. Seperti nilai etika yang terkandung dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” dalam cerita di atas. Nilai-nilai kesopanan yang terlihat adalah ketika Joko Tarub mengintip ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga, apalagi sampai menyembunyikan salah satu pakaian dari bidadari tersebut di dalam lumbung padi rumahnya. Pada akhirnya perbuatan ini menimbulkan prahara dalam biduk rumah tangga Joko Tarub. Tindakan seperti ini sungguh tidak terpuji. Apalagi setting tempat legenda ini berasal dari daerah jawa. Terkenal dengan tata krama dan kesopanan yang maha tinggi. Sungguh tidak mencerminkan budaya jawa.

Sifat-sifat seperti itu hendaknya untuk ditinggalkan dengan memperteguh iman dan taqwa kepada Tuhan.

4. Nilai Estetika,

Nilai estetika atau nilai keindahan pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah cara menggambarkan kecantikan dan keelokan ke tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga. Kecantikan Nawang Wulan yang akhirnya menjadi penguaasa laut selatan juga memiliki nilai estetika sendiri. Selain itu juga perasaan cinta yang dimiliki oleh sepasang makhluk Tuhan yang saling mencintai menggambarkan suasana yang indah.

Maka, setiap keelokan yang sedap dipandang mata dan enak dirasa pada setiap penikmatnya akan menimbulkan kesan keindahan yang mendalam.

5. Nilai Budaya,

Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah budaya yang sejak dulu terjaga sampai saat ini yaitu kepercayaan tentang adanya Nyi Roro Kidul di pesisir pantai selatan. Pada setiap waktunya warga pesisir memberikan sesajen kepada ratu penguasa laut selatan tersebut, sebagai wujud terima kasih telah menjaga laut kidul dari bencana dan marabahaya.

6. Nilai Religi.

Nilai-nilai religi yang dapat dijumpai pada legenda “Joko Tarub dan Dewi Nawang Wulan” adalah terdapat dewa-dewi, bidadari dan roh halus yang ada pada cerita di atas. Ini menunjukka ada kepercayaan animisme, atau percaya pada roh halus atau roh nenek moyang. Kepercayaan tentang adanya roh halus yang disembah juga merupakan salah satu bentuk animisme meskipun sekarang tingkat kekentalan animismenya berkurang karena telah bergeser dengan adanya agama. Roh halus sudah tidak dijadikan sesembahyang lagi tetapi sudah menjadi legenda terutama di kawasan pesisir selatan.

Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Kyaii Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi,

Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.

Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain.

Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana, Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.

Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.

Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.

Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.

Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub/Kidang Telangkas/ Nur Rohmat  

Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang.

SAUDARA – SAUDARA BELIAU

Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu : 
1. Ki Ageng Wanasaba (Abdullah)

2. Ki Ageng Getas Pendawa 

3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan/Lembu Peteng , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Kyai Ageng Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan.

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.

2. Ki Ageng Getas Pendawa, Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.

Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.

Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.


Legenda lain Syaikh Maghribi

Sapa ta Syekh Maulana Maghribi iku? Adhedhasar Babad Demak panjenengane iku sawijine wong Arab kang mumpuni ilmu agama Islam. Asale saka tanah Pasai. Critane isih tedhak turune Kangjeng Nabi Muhammad SAW, lan klebu golongan wali ing tanah Jawa. Anggone angejawa mbarengi adege karaton Demak. Panjenengane mula kagungan ancas tujuwan ngislamake wong Jawa. Sabedhahe kraton Majapait ganti kraton Demak kang disengkuyung dening para wali. Sawise tentrem negarane para wali andum gawe nyebarake agama Islam. Syekh Maulana kawitan ditugasi ana ing Blambangan. Ana kana dipundhut mantu dening sang adipati. Nanging durung nganti taunan nuli ditundhung, sebabe apa ora kecrita. Saoncate saka Blambangan banjur menyang Tuban, menyang panggonane kanca akrabe lan padha-padha saka Pasai, tunggale Sunan Bejagung karo Syekh Siti Jenar. Saka kono Syekh Maulana banjur lelana tabligh menyang Mancingan.

Nalika tabligh ana Mancingan iki Syekh Maulana sejatine wis peputra kakung asma Jaka Tarub (utawa Kidang Telangkas) saka garwa asma Rasa Wulan, ya rayine Sunan Kalijaga (R. Sahid). Wektu ditinggal ramane lunga Kidang Telangkas isih bayi. Kawuningana nalika oncat saka Blambangan sejatine Syekh Maulana uga ninggal wetengan kang mbabar kakung, diparingi asma Jaka Samudra. Ing tembe Jaka Samudra jumeneng waliyullah ana Giri, ajejuluk Prabu Satmata utawa Sunan Giri. 

Nalika Syekh Maulana tekan Mancingan ing kana wis ana sawijine pendhita Budha kang limpad, asmane Kyai Selaening. Daleme ana sawetane Parangwedang. Dene papan pamujane kyai iki karo murid-muride ana candhi kang didegake ana sadhuwure gunung Sentana. Sakawit Syekh Maulana ethok-ethok meguru karo Kyai Selaening. Ana bebrayan umum Syekh Maulana kadhangkala sok ngatonake pangeram-eram. Suwe-suwe Kyai Selaening midhanget bab iki. Syekh Maulana ditimbali lan dipundhuti priksa apa anane. Ya ing kono iku Syekh Maulana ngyakinake Kyai Selaening bab ilmu agama kang sanyata. Wong loro iku banjur bebantahan ilmu.

Nanging Kyai Selaening ora keconggah nandhingi ilmune Syekh Maulana. Mulane panjenengane genti meguru marang Syekh Maulana. Panjenengane banjur ngrasuk agama Islam. Wektu iku ing padepokane Kyai Selaening wis ana putra loro playon saka Majapait kang ngayom ana kono, asmane Raden Dhandhun lan Raden Dhandher, karo-karone putrane Prabu Brawijaya V saka Majapait. Bareng Kyai Selaening mlebu Islam putra Majapait iku uga banjur dadi Islam, asmane diganti dadi Syekh Bela-Belu lan Kyai Gagang (Dami) Aking. 

Syekh Maulana ora enggal-enggal jengkar saka Mancingan nanging sawatara taun angasrama ana kana, mulang agama marang warga-warga desa. Daleme ana padepokan ing sadhuwure Gunung Sentana, cedhak karo candhi. Candhi iki baka sethithik diilangi sipate. Kyai Selaening isih tetep ana padhepokan sawetane Parangwedang nganti tekan ajale. Welinge marang anak putune, aja pisan-pisan kuburane dimulyakake. Makame iki lagi taun 1950-an dipugar karo sedulur saka Daengan. Banjur ing taun 1961 dipugar luwih apik maneh dening sawijine pengusaha saka kutha. Bareng wis dianggep cukup anggone syiar agama Syekh Maulana banjur jengkar saka Mancingan lan meling supaya tilas padhepokane iku diapik-apik kayadene nalika wong-wong padha mbecikake candi.

Ya ing padhepokan iku wong-wong banjur yasa kijing. Sapa sing kepengin nyuwun berkahe Syekh Maulana cukup ana ngarep kijing iki, kayadene ngadhep karo panjenengane. Syekh Maulana Maghribi utawa Syekh Maulana Malik Ibrahim sawise saka Mancingan nerusake tindake syiar agama ana ing Jawa Timur. Bareng seda jenazahe disarekake ana makam Gapura, wilayah Gresik. Syekh Maulana Maghribi nurunake ratu-ratu trah Mataram.

Urutane silsilah: Bupati Tuban-Dewi Rasa Wulan (nggarwa Syekh Maulana)-Jaka Tarub (nggarwa Dewi Nawangwulan)-Nawangsih (nggarwa Radhen Bondhan Kejawan)-Kyai Ageng Getas Pendhawa-Kyai Ageng Sela-Kyai Ageng Anis/Henis-Kyai Ageng Pemanahan (Kyai Ageng Mataram)-Kanjeng Panembahan Senapati-Kanjeng Susuhunan Seda Krapyak-Kanjeng Sultan Agung Anyakrakusuma-Kanjeng Susuhunan Prabu Amangkurat (Seda Tegalarum)-Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I-Kanjeng Susuhunan Mangkurat Jawi-ratu-ratu karaton Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman, lan Mangkunegaran. 

Masiya makame Syekh Maulana ing Gunung Sentana dudu pasareyan sing sabenere, nanging saben ana rombongan ziarah Wali Sanga mesthi merlokake ziarah ana pasareyan Syekh Maulana ing Parangtritis. Panggonan liya sing mesthi dadi jujugane ziarah Wali Sanga yaiku makam Gunung Pring, Muntilan (pasareyane Kyai Santri) lan makam Bayat. Kayadene makam pepundhen kraton liyane, saben wulan Ruwah makame Syekh Maulana uga nampa kiriman dhuwit lan ubarampe “kuthamara” saka kraton Yogyakarta. Saben tanggal 25 Ruwah ing makam iki diadani wilujengan sadranan.

Sedikit sejarah tentang Kyai Ageng Tarub (Sayid Nur Rohmat / Raden Kidang Telangkas) Putra Syaikh Maghribi dengan Dewi Roro wulan.

Kancil

Ana salah sijining alas gung liwang liwung urip kewan nduwe aran kancil, dheweke yaiku sak wiji kewan sing cerdik, pinter ugo cerdas.

Amarga cuaca cerah, angin sembribit lan suworo gegodhongan nggawe si kancil dadi ngantuk banjur keturon. Saknalika wektu banjur ana suwara kewan sing rame mlayu-mlayon lan bengok-bengok kang nangekake si kancil.

"yo cepet mlayu.... slametake awakmu ana musibah teka...!!!!" suwara kewan liya mbengok-bengok panik, si kancil banjur kaget, kancil krungu suwara kuwi tambah suwe tambah nyedhak, banjur kancil ndeleng wedhus lan pitakon kancil nang si wedhus
"hae wedhus... ana apa kowe mlayu-mlayu mangkono?"
jawab wedhus "ana kobongan alas cil... ayo cepet mlayu nggoleki panggon sing aman".
Kancil tanpa mikir dawa terus mlayu bauanter lan ndhikiki rombongan kewan sing mlayu luwih dhisik. sakwise mlayu banter, prasangkan kancil ora enak banjur mandheg sadhela nuli mbatin
"Lho... ana ngendi kewan-kewan sing liya..??"
jebulna kancil wis mlayu adoh banget lan paling adoh saka musibah nganti mlebu daerah sing ora dikenal saka kancil
"wah... aku saiki ana neng daerah endi ya... aku kok ora kenal daerah iki... "
karo rai lesu lan ambekan menggeh-menggeh akhire kancil ngaso. sakwise ilang rasa kesele, kancil mlaku-mlaku kanggo ndeleng situasi neng sekeliling daerah sing ora dikenali kuwi.
Ora suwe kancil banjur krungu "krucuk... krucuk... krucuk..." kancil banjur mandheg lan ngrungokake karo teliti, jebulna suwara kuwi asale saka weteng sikancil. si kancil bingung
"ow.. jebulna kuwi suwara saka wetengku, wah.. aku kudu golek pangan iki..." si kancil banjur  nggolek pangan, ora sue akhire si kancil ketok neng pinggir alas.

neng pinggir alas kuwi matane kancil mendelik karo mbatin
"wow...!!!!!"
Jebulna kancil ndeleng siji tegal kang ana tanaman sayur mayur sing ijo lan segar. cepet kancil nyedhak ana tegalan kuwi, tambah nyedhak kancil ndeleng ana siji tanduran kesenengane yaiku timun,
"Wah.. sik tak karepake ana nagrepku.." Batin kancil neng jero ati.
karo rai lesu lan weteng keroncongan kancil cepet-cepet njupuk panganan,
"Huh.... enak e....!!!" tembung kancil karo mengelus wetenge sing wareg.
sakwise wareg si kancil nggoleki panggon sing aman kanggo ngeyup, amarga awan kuwi panas lan angin sembribit, akhire kancil keturon neng pinggir tegalan.

ora suwe banjur ana pak tani panduwe tegal sayur lan tegal mentimun kuwi teka nuli ndeleng egale berantakan
"wah... tegalku kok berantakan ngene.. sapa sing nlakoke mangkene? mesti iki ana kewan sing ngrusak tanduranku"
pak tani terus ngubengi tegale sing rusak karo ngomong
"awas ya... arep tak basmi sapa sing ngrusak tanduranku.."
Ana wektu kuwi kancil ketangi saka turune, saka panggon kui kancil wiruh ana manusia sing dhuwur gedhe nduwe rai garang
"Wuih... sapa kuwi? wong kok katon kejem buanget... wow.. wedi...!!!"
kancil terus wae nggatekake pak tani lan nunggu pak tani lunga
"kok suwe ya... pak tani kok ora lunga-lunga... aku wis ketagian pengen pangan buah kesenenganku je.."

Dina soyo sore, pak tani mungkur tegale menyang muleh omah. Ketok  ngomah pak tani nggawe boneka saka gambut sing madhani manusia kanggo pasangan neng tengah tegale.
sementara pak tani mungkur tegale kancil nekani tegal karo rai sing cukup bungah amarga panganan kesenengani wis siap dipangan meneh.
"Kriuk.. kriuk.. kriuk.." suwara kancil mangan ketimun, sakwise wareg kancil mungkur tegal lan nggoleki panggon kanggo leren.
lan... wengine pak tani teka menyang tegal nggawa boneka sing digae mau sore, pak tani ndelehke boneka ana neng tengah tegal kuwi lan neng sekitar boneka kuwi ana siji jebakan kurungan kanggo nangkep kewan sing ngrusak tandurane. sakwise kepasang bonekane, pak tani mulih lan leren ana omahe.
esuk wis teka, matahari sing abang wis kedelok, suwara manuk-manuk lan kewan liya saut-sautan nangekake si kancil saka impi sing becik ing tegal mentimun
"Huam... jebulna wis esuk...!!! olahraga dhisik ah... ben seger, ben lemas otot-ototku".
sabaene kancil dhemen olahraga sakwise tangi turu lan nglemeske otot sing kaku ben bali luwih segar meneh. 

sakwise sawentoro wektu banjur kancil mlaku-mlaku, kancil rumangsa ngelih.. lan bali meneh menyang tegal pak tani kanggo nggoleki pangan.
sakwise ameh teka tegalan, kancil mandheg sadhela nuli kaget....!!!
"sapa kuwi? kuwi dudu pak tani sing wingi.. ah.. tunggu dhisik nganti ora ana wong.."
akhire si kancil nunggu kanggo nunda sarapan esuke. wis suwe pisan kancil nuggu jebulna pak tani kok tetap ana neng tegal "tumben ki pak tani neng tegal krasan banget.. " sikancil mbatin ing jero ati.

Sakwise sue buanget si kancil nunggu paktani lunga, jebulna tetap wae pak tani ora lunga-lunga akhire si kancil ora kuwawa meneh lan sikancil mlebu neng tegalan.
"ah... mangsa bodhoa kabeneran pak tani ora lunga-lunga, daripada mati ngelih aku, tekani wae pak tani sisan njaluk apura... sapa ngerti mengko sakwise njaluk ngapura aku diwenehi mentimun sak tegal iki hahahaha..." kancil lagi berhayal sajake.
Kancil mlaku lan nyedhaki boneka pak tani, kancil nyeluk pak tani karo suwara sing atos
"pak tani.... "
kancil bingung,
"pak tani kok meneng wae ya... apa pak tani nesu karo aku amarga wingi wis maling timune.."
celuk meneh padha kancil "pak tani..." kancil bengong meneh "wah iya.. aku ameh njaluk ngapura wae" kancil mbatin ing jero ati.
akhire kancil njaluk apura nang pak tani "pak tani.. aku njaluk ngapura wis maling lan ngrusak tanduran pak tani," si kancil bingung meneh.. ing njero ati mbatin
"pak tani kok meneng wae ya..."

anggepan kancil pak tani wis ngapurakne gawene kuwi, akhire kancil pitakon nang pak tani
"pak tani aku oleh ya njupuke meneh aku mau durung sarapan.." kancil bingung meneh lan ngudarasa "pak tani kok meneng ya... brarti pak tani ngolehake pangan tandurane ora pangan" lan si kancil nyaka tan kiwa lan akhire ndeleng tumpukan timun lan celathu meneh ing njero ati
"wah jebulna pak tani wis ngapurakne, buktine aku wis neng cerake panganan sing segar kanggo aku ... wah... cocok pisan karo hayalanku.."
ora suwe banjur weteng si kancil tambah suwe tambah keroncongan, karo bungah lan ora sabar kancil banjur nyedak tumpukan timun lan buah-buah segar, oh.. jebulna si kancil ora ngerti yen kuwi jebakan.
karo kesusu kancil teka menyang jebakan pak tani, amarga ora ati-ati si kancil ngliwati tali jebakan dadine si kancil mlebu njero kurungan jebakan pak tani.
"tulung... tulung... tulung..." kancil terus bengak-bengok njaluk tulung, ora ana sing bisa nulung kancil.

Nganti tekane sore pak tani teka kanggo ndeleng jebakane. karo rai sing mangkel
"oh.. iki jebulna sing ngrusak tanduranku lan maling timunku, apike mengko bengi kowe areptak  dadekne lawuh sing enak" kancil wedi lan mbengok "apura... apura... apura... aku aja di dadekne lawuh maem mu pak tani.. mesakno aku.. aku ana kene mung sebatang kara..."
Si kancil akhire nggetuni tumindak e kuwi lan dheweke kapok karo tumindake,
pak tani tanpa welas nggawa mulih si kancil.
Sakwise cedak omahe, pak tani leren. Ana wektu leren si kancil diselehake ana cedhak wedhus duwe e pak tani. kancil rumangsa wedi lan resah amarga dheweke arep tamat riwayate. akhire kancil mikir lan ngotak atik pikiran

"kepriye ya bisa metu saka kurungan iki?"
ora suwe banjur kancil ndeleng wedhus duwek e pak tani, lagi mlaku-mlaku neng sekitar omah pak tani lan diceluk wedhus kuwi saka kancil "woe.. dhus.." si wedhus mandheg lan njawab "Heh.. kowe sapa? aku kok anyar ndeleng kowe ana kene?"
jawab kancil "aku kancil... aku pancen anyar teka dikene"
wedhus pitakon meneh "ana apa kowe ana kene?"
kancil njawab "hey.. wedhus yo rene alon-alon aja atos-atos omonge"
wedhus akhire nekani si kancil "ana apa cil?"
si kancil njawab "ngene critane.. mengko bengi ana acara sing linuwih dhus.."
wedhus celathu "acara linuwih kepriye cil?"
si kancil ngomong "lho.. apa kowe ora ngerti? mengko bengi aku arep di ajak pak tani kanggo nekani siji pesta sing meriah, sing aku ora gelem sabenere, yen kowe gelem aku bisa kandha nang pak tani ben kowe sing gumantekne aku lan aku gelem gumantekne kowe njaga omah, kepriye miturut kowe?"

si wedhus mikir lan celathu "ah.. kowe mesti goroh, seumur-umur aku ana kene ora tau diajak pak tani lunga menyang pesta tapi kowe anyar ana kene wae wis diajak lunga menyang pesta"
si kancil "lha.. mula saka kuwi mumpung aku ora gelem, kowe gentekne wae aku, mengko aku arep kandha marang pak tani, aku kan kanca cedhak pak tani"
akhire si wedus kepangan bujuk rayu kancil
tembung si wedhus "becika.. ning kepriye carane cil..."
si kancil "ngene kowe bukak lawang kurungan saka ngarep, wektu bukak aku arep metu lan aku cepet mlebu jero kurungan iki"
si wedhus "ok.. aku paham cil pangarahmu , ayo awake dhewe lakoke.."
akhire asu nglakoke intrupsi saka kancil lan akhire kurungan dibukak lan cepet si kancil metu lan si wedus gumantekne posisi si kancil.

si kancil "ok.. apik banget iki, oh ya dhus, kowe tunggu sedhela ana kene ya? aku arep lunga memoni pak tani lan arep kandha menawa kowe jaga gumantekne aku"
wedhus "ok cil.. aja suwe-suwe soalnya aku wis ora sabar meneh kanggo lungo ana pesta"
si kancil "iya.. nyante wae.."
akhire kancil lunga mungkur wedhus ana jero kurungan lan ora bali meneh, seko kedaden kuwi kancil eling menawa kabeh sing dudu duwene ora berhak dheweke duweni.

Kamis, 04 Februari 2016

Panut Bocah Angon Wedhus Kang Wicaksono

Ana ing jaman ndisik ana bocah angon wedhus kang dikenal nganti ana endi wae amarga bisa menehi jawaban saben-saben pitakonan saka sapa wae. Bocah kui due jeneng Panut, anak keluarga tani ana ing pelosok kerajaan. Kabar iki semebar nganti teka kuping Raja ing keraton, nanging Sang Prabu piyambak kurang manteb ing ati karo apa kang wong ceritakake bab bocah angon kui mau, mulane cah lanang tukang angon wedhus iku di dhawuhi teka menyang keraton. 

Nalika  teka, Raja ngandika marang Panut: "Yen awakmu bisa njawab saka telu pitakonku marang kowe, aku  bakal nganggep awakmu kaya anakku dhewe, lan awakmu bakal seneng urip karo aku ana ing kraton iki."

"Apa pitakonan katelu, gusti?" takon Panut.

"Kapisan, sepiro akehe banyu sing ana ing segara?"

"nyuwun sewu Paduka," wangsulane Panut, "mungkasi kabeh tetesan banyu sing ana ing bumi, supaya aja ana sak tetes wae sing bakal mili menyang segara sadurunge aku ngetung, yen punika sampun panjenengan lakoni, Kula bakal paring pirso marang Paduka sepinten katahe banyu ing samodra menika!"

"Pitakonan kapindho," ngendikane raja, 

"Sepira akehe lintang ana ing langit?"

"Paringi kawula kertas," ngendikane bocah angon iku, 
Kertas iku banjur dicoblosi marang jarum supaya akeh bolongan kanti ora bisa dietung. Nalika rampung bocah angon ngandika: 

"Cacahe lintang ana ing langit akeh minangka bolongan ana ing kertas iki, apa ana uwong sing bisa ngetung cacahe?" ...........

Sang Prabu banjur ngandika maneh: 

"Pitakonan katelu, ana pirang detik urip ana ing kalanggengan?"

"Wonten karajan punika wonten gunung toron kang duwure sak mil, sak mil gedhene lan sak mil jerone, saben sewu taun, ana manuk gagak kang teka kanggo nggosok paruhe marang pucuk gunung, lan nalika sekabeh gunung kanti gedhe semono mau entek dening gosokan paruh manuk, mangka detik  pisanan saka kalanggengan diliwati."

"Awakmu njawab telung pitakonan kanti wicaksono," ngendikane Sang Prabu, "lan saiki kowé bakal manggon karo Aku ing kraton iki, aku mesthi bakal nganggep sira kaya anakku dhewe."

Banyuwangi

Cerita legenda bahasa jawa, Kedadean Banyuwangi

Ing jaman riyen wonten tlatah Jawa Timur gesang Raja  lan Permaisuri ingkang sami-sami tresna. Kados pundikemawon permaisuri menika ugi anggadahi paras engkang ayu lan gemati dening keluargi. Gejaba menika piyambake ugi setiya sanget dening garwanipun.

Wonten sawijining dinten, Raja  nduwe pangangkah kesah datheng ngalas konjuk berburu menjangan utawi sangsam. Raja  banjur bidhal kanti rencangi para pengawale. 

Saksampune dangu wonten ngalas, Raja  banjur kondur datheng kraton. Permaisuri bungah sanget nalika ningali Raja  kondur. 
Permaisuri caos pirsa dateng Raja menawi sakjroning Raja kesah wonten tami saking keraton sanes. Nanging nalikaning Raja  badhe memoni tamu punika, dumadakan Raja  mireng menawi tamu kesebat akrab sanget dening Permaisuri. Kedadean menika anggawe Raja  duka uga cemburu lan nuduh Permaisuri sampun selingkuh kaliyan tamu punika. Permaisuri mitadosaken Raja  menawi punika mboten leres. 

Nanging Raja  tetap mboten percaya marang Permaisuri. Sinambi nangis banjir eluh Permaisuri criyos: “Rama, kula kersa mbuktikaken menawi kula mboten salah, Kula badhe nyemplung wonten kali wingking keraton, menawi mangke toya kali punika mambu busuk, nandake tuduhan Rama dateng kula menika leres. Nanging, menawi toya kali punika wangi, nandake tuduhan dening kula mboten leres, “wilujeng tilar Rama”. Sakwise kedadean kesebat, kali panggen tilaripun Permaisuri punika dipunsukani nami “BANYUWANGI”.

Jaka Tarub lan 7 Widhadari

Jaka Tarub yaiku sawong pemuda gagah sing nduweni kesaktian. Dheweke kerep metu mlebu alas kanggo berburu lan nimba ngelmu. Swijining dina tengah wengi wulan purnama dheweke mlebu alas, saka kadohan dheweke krungu sayup suwara wong wedok sing lagi geguyon. Merga rasa pamasaran, Jaka Tarub mlaku nggoleki arah nuju suwara-suwara kuwi, nganti akhire dheweke nemu tlaga sing apik banget neng tengah alas, ana ing tlaga kui aton 7 wong wedok sing ayu banget lagi adus sinambi geguyon (tibake wong wedok ayu-ayu kui ternyata widhadari utawa 7 bidadari saka khayangan). Kanthi alon-alon Jaka Tarub mlaku nyedhak. 

Banjur dheweke nemu klambi saka wong wedok kesebut sing serakan ana ing nduwur suket. Sakwise mileh, dheweke njupuk salah sijine lan ndelekake. Sawentara wektu pun nuli lan para widhadari wis arep bali menyang khayangan, enem saka dekne kabeh nganggo klambi lan bebed te dewe-dewe, nuli mabur menyang langit. Saka kui banjur Jaka Tarub ngerti yen wong wedok kuwi yaiku para widhadari khayangan. Ning sawong widhadari keri neng tlaga amarga kelangan klambi lan bebedte, dheweke ora bisa bali menyang khayangan banjur nangis. “nek ana sing nemu klambi lan bebedku, nek lanang arep tak dadekne bojo lan nek wadon arep tak dadekne sedulur,” janji widhadari sinambi nangis. Jaka Tarub banjur njedul lan nyeraki widhadari mau. Dheweke menehake bebed kanggo widhadari kuwi, ananging tetap ngelekake klambine supaya dheweke ora bisa mabur menyang khayangan ninggalke dheweke. Sang widhadari sing nduweni jeneng Nawang Wulan iku banjur nepati janjine lan rabi karo Jaka Tarub. (ana versi liya disebutke Nawang Wulan ora nduwe janji mangkono. Nanging pas Nawang Wulan nangis neng tlaga, Jaka Tarub banjur njedul lan nuli dheweke nawakne panggonan kanggo Nawang Wulan nganti akhire dekne pada rabi). 

Kawet rabi karo Jaka Tarub tansah urip kecukupan. Panene akeh lan lumbung sanuli dikebaki saka pari ratau kekurangan. Klambi Nawang Wulan didelekake Jaka Tarub neng jero lumbung sing sanuli kebak. Singkat cerito dekne kabeh nduweni anak lan urip tentrem. Sakwise sawentara urip omah-omah, saben dina Joko Tarub lan keluargane sanuli mangan sega, ananging lumbung sing kebak ora tau kelong koyo-koyo ora ana pari sing kanggo ngliwet lan dipangan sak keluarga. Suwijining dina Nawang Wulan lunga menyang kali. Dheweke pesan marang bojone supaya njaga geni kere neng pawon, ning nglarang bojone mbukak tutup kethel. 

Jaka Tarub nglakoke pesene bojone, ning mergo rasa pamasaran sing wis suwe ana ing njero ati akhire nggawe Joko Tarub nglanggar larangan sing wis dipesa dening Nawang Wulan. Deweke mbukan tutup kethel lan neng njerone jebulna mung ana siji glintir beras. Ternyata sajrone iki Nawang Wulan mung mbutuhake beras sak glintir kanggo ngebaki kebutuhan mangan dekne sak keluarga kanggo sedina. Pas Nawang Wulan mulih lan mbukak tutup periuk, mung ana sak glintir beras neng njerone. Banjur Nawang Wulan nesu amarga bojone wis nglanggar larangane, lan dheweke banjur sedhih amarga ket wektu kuwi dheweke kudu mangsak sega kaya manungsa biyasa. Dheweke kudu nutu pari akeh dadi beras sadurung banjur mangsak dadi sega. Akibate amarga dinggo terus-terusan, suwe-suwe jagan pari neng lumbung Jaka Tarub tambah kelong. Alon ning mesti, pari dekne nganti entek, sawentara wayah panen isih suwe. 

Ana ing Sawijining dina wektu Nawang Wulan njupuk pari kanggo ditutu, katon bebed neng tumpukan pari. Pas digeret lan digatekake elinga Nawang Wulan yen kuwi yaiku klambi widhadarine. “Dadi sajrone iki Jaka Tarub sing wis ndelekake klambiku, lan merga isi lumbung terus ngurang nang akhire aku bisa nemokake klambiku iki. Iki mesti wis dadi kekarepan sing neng dhuwur,” pikire. Nawang Wulan banjur macak widhadari lan njupuk bebede. Dheweke nuli nemoni Jaka Tarub kanggo pamitan lan njaluk supaya Jaka Tarub ngrumat anake kanthi sabar. Jaka Tarub njaluk ngapuro marang bojone supaya ora ninggalke dheweke, nanging wis dadi takdir Nawang Wulan kudu bali menyang khayangan lan pisah karon deweke. “Elingo aku pas ndeleng wulan. aku bakal nghibur awakmu saka dhuwur kana,” tembung Nawang Wulan. Dheweke banjur mabur menyang langit nuju khayangan, ninggalke Jaka Tarub sing nangis lan nggetuni kedadean kui.

Bawang Merah Lan Bawang Putih

Jama dhikik, ana keluarga sing nduweni sawong puteri sing diwenehi jeneng Bawang Putih. Ananging ana sawijining dina, embok Bawang Putih lara lan akhire sedha. Sakwise kedaden kuwi, Bawang Putih urip dhewe karo Bapaknene. Bapakne Bawang Putih yaiku sawong bakul sing kerep lelungan adoh. Amarga ora tega mungkur Bawang Putih dhewen neng ngomah, akhire Bapakne Bawang Putih rabi meneh karo sawong randha. Randha kesebut nduweni anak siji sing diwenehi jeneng Bawang Merah. 

Sasupayaere pangarah Bapaknene yaiku supaya Bawang Putih ora kesepen lan nduweni kanca sing ngewangine neng ngomah. Ning jebulna, embok lan mbakyu tiri Bawang Putih nduweni sifat sing ala. Dekne kabeh katon becik ana Bawang Putih mung pas Bapakne ana. Ning pas Bapakne lunga bakul, dekne kabeh ngongkon Bawang Putih ngerjake sasawijining pagawean ngomah kaya sawong batur. Jebulna nasib ngenes Bawang Putih durung mandheg nganti semono, selang sawentara wayah, Bapakne Bawang Putih uga lara lan akhire tilar ndunyo. 

Saiki, embok tiri lan Bawang Merah tambah ala marang Bawang Putih. Malah-malah wayah ngaso Bawang Putih uga tambah kewates. Sabendina dheweke kudu ngladeni kabeh kebutuhan Bawang Merah lan embok tirine. Nganti ing esuk pas Bawang Putih umbah-umbah neng kali, tanpa dingerteni salah siji slendang kesenengane Bawang Merah kenter. Pas ketuk ngomah, Bawang Merah nyengeni Bawang Putih amarga slendange ora ketemu. Dheweke ngongkon Bawang Putih nggoleki slendang kuwi lan ora oleh mulih sadurung nemokake. Akhire, Bawang Putih nurut kali kanggo nggoleki slendang sing ilang. Nganti wayah mbengi, slendang kuwi durung uga dheweke temokake. 

Pas nurut kali, Bawang Putih ndeleng siji gubuk, jebulna gubuk kuwi dipanggoni saka sawong mbah putri dhewean. Bawang Putih akhire njaluk izin kanggo nginep sewengi. 

Mbah putri kuwi tansah gemati, dheweke ngijinake Bawang Putih kanggo nginep. Mbah putri kuwi uga nakoni Bawang Putih, lan kepriye dheweke nganti neng panggon kuwi. Bawang Putih banjur nyeritoke nasib sing dialami dheweke, nganti mbah putri sing krungu kuwi rumangsa mesakake. Jebulna, slendang sing digoleki Bawang Putih ditemokake si mbah putri. Lan mbah putri kuwi arep mbalekna slendang kuwi kanthi syarat Bawang Putih kudu ngancani sajrone seminggu. Bawang Putih nrima tawanan kuwi kanthi seneng ati. 

Wayah seminggu wis nuli, lan saiki wayahe Bawang Putih kanggo mulih. Amarga sajrone semono Bawang Putih sregep banget, mbah putri kuwi menehake slendang sing dhisik dheweke temokake lan menehi bebungah ana Bawang Putih. Dheweke dikongkon mileh saka loro woh labu kanggo digawa muleh. Awale Bawang Putih pengen nolak, naning amarga pengen ngajeni paweweh, Bawang Putih akhire mileh labu sing cilik kanthi alasan wedi ora kuwat nggawane. Lan mbah putri kuwi mung ngesem krungu alasan kuwi. 

Sakwise kuwi, Bawang Putih cepet mulih lan mbalekna slendang kuwi ana Bawang Merah. Sakwise kuwi dheweke cepet menyang pawon kanggo nyigar labu lan mangsak. Nanging ebo kagete dheweke, amarga pas labu kuwi disigar, jebulna labu kuwi isine emas sing akeh banget. Sacara ora sengaja, embok tiri Bawang Putih ndeleng lan ngrebut kabeh emas kuwi. Dudu mung kuwi, dheweke uga meksa Bawang Putih kanggo nggawake dhewekne saka endi dheweke oleh labu ajaib kuwi. Bawang Putiha nyeritoke kabeh kedaden sing dialamine. 

Krungu cerito Bawang Putih, muncul pangarah ala neng supayaak embok tiri sing serakah kuwi. Esok esuke, dheweke ngongkon Bawang kanggo nglakoke hal den samya kaya sing silakukan Bawang Putih, dheweke ngarep-arep arep bisa nggawa mulih labu sing luwih gedhe dadine isinya luwih akeh. 
Singkat cerito, Bawang sing lumuh kuwi tiba neng gubuk mbah putri, lan dhewekea tinggal semono sajrone seminggu. Ning amarga sifatnya sing panglumuh, dheweke mung nglumuh-lumuhan wae lan ora arep ngewangi pagawean si mbah putri. Lan pas wis wayahe mulih, dhewekea neng kongkon mileh labu dadi bebungah. Tanpa mikir dawa, dheweke teras njupuk labu sing gedhe lan cepet mlayu mulih tanpa mengucapkan terimakasih. 

Sakwise tiba dingomah, emboke seneng banget ndeleng anake nggawa labu sing gedhe banget. Dheweke mikir mesti emas neng jerone cukup akeh. Amarga ora pengen kawruhan saka Bawang Putih lan wedi nek Bawang Putih jaluk kanggonan, dekne kabeh ngongkon Bawang Putih misuh dikali. Sakwise kuwi dekne kabeh mlebu kamar lan menguncinya karo rapet. 

Kanthi ora sabar, dekne kabeh cepet nyigar labu kuwi. Ning ora dinyana, dudu emas sing ana ing njerone. Ngliyakne labu kuwi dikebaki ula, kalajengking, kelabang, lan macem-macem kewan liyane. Kanthi cepet kewan-kewan kuwi metu saka labu lan nyokot anak lan embok serakah kuwi. Dekne kabeh ora bisa kabur, amarga lawang kamar kabeh dikunci rapet lan ditutup lemari saka njero. Akhire, dekne kabeh mati neng njero kamar bareng keserakahane dekne kabeh. Sakwise dekne kabeh mati, kewan-kewan kuwi ngilang.

Kali Gajah Wong

Alkisah, Ki Sapa Wira yaiku abdi dalem ana ing Kraton Mataram sing tugase ngaduske gajah duwe Sultan Agung. Gajah iku due aran Kyai Dwipangga. Ana ing sawijining dina Ki Sapa gerah, dadine ora bisa mangkat kerja. luwih-luwih yen kudu ngaduske gajah.
Singkat cerito banjur Ki Sapa Wira njaluk tulung adhi ipare kang due asmo Ki Kerti kanggo ngaduske Kyai Dwipangga. sabenere, jeneng pepake yaiku Ki Kerti Kertiyuda. ning, amarga terjangkit polio kawet cilik dadine mlakune pincang (peyok). mula dheweke diceluk Ki Kerti Peyok.

Ki Sapa Wira: "Kerti, tulung gentekne aku ngaduske Kyai Dwipangga,"
Ki Kerti Peyok: "njeh Kang,"
“Tapi aku durung tau ngedusi kewan, luweh-luweh gajah kang guedhe ngono Kang”
Ki Sapa Wira: " yen angel di adusi Tepuk sikil burine, lan geret buntutne," pesen Ki Sapa Wira.
(Ki Kerti Peyok manggut-manggut krungu pesen kesebut pertondo ngerti)
Esuk repet-repet Ki Kerti Peyok mangkat menyang kali gowo Kyai Dwipangga. neng tengah-tengah dalan, Ki Kerti Peyok ora lali menehake kambil enom kanggo sarapan Kyai Dwipangga supaya gajah kuwi patuh marange.
"iki... kanggo tok pangan gawe sarapan." Ki Kerti wenehke butir kambil enom sing disambut saka tlale Kyai Dwipangga.
ora mbutuhake wektu suwe kanggo Kyai Dwipangga nyigar butir kambil kesebut. tinggal dibanting banjur kesigar. lan karo dhokoh Kyai Dwipangga mangane.
sawis kambil kesebut entek dipangan, Ki Kerti nggebug-nggebugake cemetinya menyang bokong Kyai Dwipangga supaya gajah kuwi slulup ana njero banyu kali.
Digosok-gosok gajah iku supaya regetan-regetan neng awake ilang. sakwise, Ki Kerti nggawa mulih gajah kuwi.
"Ki, gajahe wis aku aduske nganti resik," Ki Kerti lapor marang Ki Sapa Wira.
"ya, matur nuwun. Oiya,karepku kowe gelem ngaduske Kyai Dwipangga meneh sesuk-esuk. Maklumlah, gajah anyar kudu kerep di dusi, apa maneh yen musim kawin kaya saiki," jawab Ki Sapa Wira.
(Ana ing dino sawise…)
Kaya dina sadurunge, Ki Kerti nggawa Kyai Dwipangga menyang kali kanggo didusi. ning, Esuk iki beda karo wingi, sanajan udan ora mudhun, nanging cuaca kedelok mendung.
Isuk iki Ki Kerti kuciwa, amarga kali kang biasane jero kedelok cetek.
Ki Kerti mileh menyang tengah kali. miturute, tengah kali luwih jero banyune.
Pas ana tengah kali, tanpo dinyana tanpo dikira dumadakan kedadean banjir bandang saka arah lor. Ki Kerti Peyok lan Kyai Dwipangga kentir kegawa arus kali nganti segara kidul. 
Kanggo pangeling kadadean kesebut, Sultan Agung paring jeneng kali kui "kali gajah Wong". amarga kali kuwi wis ngenteirke gajah lan uwong.